ARAH DASAR KEUSKUPAN PALANGKARAYA 2011-2015
“Umat
Allah Keuskupan Palangka Raya yang hidup dalam kasih karunia Allah berusaha
lebih mendewasakan imannya dengan memaksimalkan peran dan fungsi Dewan
Paroki dan pewarta awam, mencintai Kitab Suci dan liturgi yang inkulturatif; meningkatkan
martabat manusia melalui pengembangan ekonomi umat, pendampingan kaum muda,
pemberdayaan kaum lemah, dialog antar umat beragama dan pelestarian lingkungan
hidup.”
Pendahuluan
Arah Dasar Keuskupan Palangkaraya
disusun untuk jangka waktu 5 tahun (2012-2017). Rumusan Ardas ini merupakan
hasil Rapat Kerja Keuskupan Palangkaraya yang dihadiri oleh perwakilan umat,
Biarawan/ti dan para Pastor yang berlangsung mulai tgl 2-6 Mei 2011 di Aula
Kantor Komisi, Keuskupan. ARDAS ini akan menjadi acuan, patokan dan penggarisan
bagi karya pastoral dan perjalanan Gereja se-keuskupan Palangkaraya untuk 5
tahun ke depan agar
pelayanan lebih terfokus dan lebih menyentuh serta menjawab kebutuhan dan
dambaan umat.
I.
UMAT
ALLAH HIDUP DALAM KASIH KARUNIA ALLAH
Sebagai
anggota Umat Allah, semua memiliki
martabat yang sama dan dengan caranya sendiri semua mengambil bagian dalam
tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus dan sesuai dengan kedudukan
masing-masing dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah
kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia ini (bdk. KHK 204 § 1). Umat Allah Keuskupan Palangkaraya adalah umat yang
hidup dalam kasih karunia Allah (Kis 13,
43). Kasih karunia Allah menjadi “roh” atau semangat yang mencirikan kehidupan
umat di Kesukupan Palangkaraya; artinya kasih karunia Allah menggerakkan dan
menghidupi umat agar mampu melaksanakan tugas panggilan luhur yang diembankan
oleh Tuhan, yakni menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat
melalui kesaksian hidup yang baik serta dijiwai dan didasari oleh kasih karunia
Allah.
II.
MENUJU
KEDEWASAAN IMAN
Dalam mengikuti Yesus Kristus, umat
Allah Keuskupan Palangkaraya menekankan dua ciri pokok yang mengacu kepada
kedewasaan iman itu, yakni beriman mendalam dan beriman mandiri. Beriman mendalam, artinya memiliki
hubungan yang mendalam dengan Allah Bapa melalui Yesus Kritus dalam Roh Kudus.
Iman merasuk dalam hati dan budi, mendarah daging dalam kehidupan yang nampak
secara nyata dalam sikap dan prilaku hidup sehari-hari yang mencerminkan kasih
Allah. Beriman mandiri, artinya
memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk membangun dan mengembangkan
Gereja di Keuskupan Palangkaraya meskipun tetap memerlukan batuan dari berbagai
pihak; tetapi tidak menggantungkan diri pada pihak lain. Bertekad untuk
mengembangkan dan mengamalkan karisma-karisma serta talenta yang dianugerahkan
Tuhan pada masing-masing orang (bdk. Mat
25, 14-30) demi perkembangan KerajaanNya melalui aneka pelayanan yang kita
lakukan baik dalam lingkup intern Gereja maupun dalam lingkup masyarakat yang
lebih luas. Untuk itu, ada 4 hal pokok yang merupakan mediasi yang dapat
diusahakan untuk mencapai kedewasaan iman itu:
II.1.
Memaksimalkan Peran dan Fungsi Dewan Paroki
“Dewan Paroki adalah suatu badan
atau wadah bagi para Pastor dan wakil-wakil umat untuk bersama-sama memikirkan,
merencanakan, memutuskan dan melaksanakan serta mengevaluasi apa yang perlu dan
bermanfaat untuk mewartakan Sabda Tuhan, mengembangkan rahmat Allah dan
membimbing umat supaya dapat menghayati, mengungkapkan dan mengamalkan imannya
di tengah-tengah masyarakat sebagai tugas dan tanggungjawab pelayanan dan
perutusan Kristus” (Vademecum Keuskupan
Palangkaraya, hal 50; bdk. KHK
536).
II.2.
Memaksimalkan Peran dan Fungsi Pewarta Awam
Konsili Vatikan II dengan sangat
jelas dan tegas menggariskan bahwa panggilan kaum awam pertama-tama adalah
panggilan keduniawian dengan berbagai tugas yang melekat di dalamnya, termasuk
di dalamnya adalah panggilan untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah (bdk. LG
31). Dengan rahmat baptisan dan krisma semua kaum awam adalah
misionaris. Area atau bidang evangelisasi mereka sangat luas: dalam bidang
politik, ekonomi, industri, pendidikan, mass media, tehnologi, kesenian dan
sport. Di banyak daerah dimana kehadiran petugas pastoral tertahbis masih belum
memadai, kaum awam, dalam hal ini para Katekis tampil sebagai garda depan dalam
melayani umat baik dalam hal pengajaran iman, peribadatan maupun dalam hal-hal
praksis berkaitan dengan kehidupan iman kristiani (bdk. Ecclesia in Asia 45;). Tanpa bantuan dan kerja keras mereka,
mungkin Gereja di tanah-tanah misi, khususnya, di wilayah Keuskupan
Palangkaraya tidak akan hadir seperti sekarang ini (bdk. Lineamenta. Sinode para Uskup Asia 32). Dalam arti ini, peranan
para Katekis dalam kehidupan menggereja sungguh sangat penting.
II.3. Mencintai
Kitab Suci
Melihat betapa pentingnya peranan
Kitab Suci dalam kehidupan umat beriman maka Gereja universal maupun partikular
berusaha untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Kitab Suci di kalangan umat
dengan mengkhususkan bulan September sebagai bulan Kitab Suci Nasional. Di
samping itu upaya-upaya konkret yang telah dibuat oleh Keuskupan antara lain:
(1) Mengumatkan Kitab Suci dengan menyebarkan Kitab Suci ke keluarga-keluarga,
sekurang-kurangnya setiap keluarga Katolik mempunyai satu Kitab Suci. (2)
Menanamkan kebiasaan dalam keluarga-keluarga Katolik untuk membaca dan
mendalami Kitab Suci. (3) Menumbuhkan dan membina kelompok-kelompok Kitab Suci.
(4). Menyelenggarakan Minggu Kitab Suci, khususnya pada minggu Kitab Suci
Nasional dengan mengadakan perlombaan membaca Kitab Suci, kuis dan tanya jawab
Kitab Suci sebagai sarana untuk menumbuhkan wawasan dan pengetahuan tentang
Kitab Suci dan pendalam tematis Kitab Suci sesuai dengan tema yang disiapkan
oleh Komisi Kitab Suci KWI. (5) Mengadakan pendalaman iman dengan bahan pokok
Kitab Suci selama masa pra-paskah (bdk. Vademecum
Keuskupan, hal 19).
Program kecintaan terhadap Kitab
Suci seperti yang telah disusun itu tentu saja memerlukan penjabaran lebih
lanjut di tingkat paroki sebagai ujung tombak pelaksana program. Maka sangat
diharapkan bahwa Pastor bersama dengan Dewan Paroki menterjemahkan dengan lebih
kongkret dan rinci progam itu sesuai dengan situasi paroki masing-masing. Bila
dirasa perlu untuk menambahkan program tambahan di luar apa yang telah
ditetapkan oleh pihak Keuskupan dalam upaya untuk semakin menumbuhkan kecintaan
terhadap Kitab Suci di kalangan umat, tentu tetap terbuka kemungkinan itu.
Seksi pewartaan bersama seksi liturgi diharapkan dapat berperan lebih aktif
untuk menggagas program-program kecintaan terhadap Kitab Suci di kalangan umat
setempat. Untuk itu, maka pentinglah memilih orang yang tepat dalam arti
memliki kemampuan dan kecakapan yang memadai berkaitan dengan Kitab Suci untuk
duduk sebagai ketua maupun anggota seksi pewartaan dan liturgi paroki.
Pembekalan berupa kursus terprogram tentang Kitab Suci bisa diadakan baik pada
tingkat paroki maupun tingkat Dekanat dalam kerjasama dengan Komisi Kitab Suci
Keuskupan maupun KWI sebagai upaya untuk membekali umat dengan pemahaman yang
semakin luas dan komprehensif tentang Kitab Suci.
II.3. Liturgi
Inkulturatif
Inkulturasi merupakan suatu proses
pengakaran iman dalam budaya setempat sehingga iman yang dihidupi oleh umat
Allah bukan suatu realita yang jauh dari kehidupan dan situasi kongkret yang
mereka alami; sebaliknya adalah bagian integral dari kehidupan mereka. Umat
semakin setia dan bertumbuh dalam imannya dan mampu menghayatinya dengan lebih
baik karena memahaminya dari sudut pandang budaya mereka sendiri (bdk. Ecclesia in Asia 22).
Di Keuskupan Palangkaraya, sejumlah
upaya untuk mengakarkan iman dalam budaya lokal sudah diusahakan dan terus
dikembangkan. Dalam arsitektur bangunan pastoran dan gereja kita memasukan
nilai-nilai budaya setempat sehingga kehadirannya tidak menjadi asing tetapi
menyatu dengan budaya setempat. Lagu-lagu liturgi yang dipakai dalam perayaan
ekaristi dan ibadat sudah bernafaskan nilai dan budaya lokal baik menyangkut
melodi maupun pilihan kata-katanya; demikian juga dengan tari-tarian. Memang
harus diakui bahwa kita masih perlu melangkah lebih jauh dan mencari
kemungkinan-kemungkinan baru untuk menuju ke arah liturgi yang semakin
inkulturatif. Penggunaan bahasa daerah (yang begitu banyak) serta simbol-simbol
budaya lokal dalam liturgi Gereja merupakan plihan yang perlu mendapatkan
perhatian dan pemikiran yang serius seraya mengindahkan prinsip-prinsip baku
yang sudah ditetapkan oleh Gereja universal. Kita berjuang dan berusaha terus
untuk membuat Gereja serta kehadirannya menjadi bagian integral dari budaya
umat di Keuskupan Palangkaraya sehingga kehadirannya benar-benar dapat menjadi
saluran rahmat dan keselamatan Tuhan bagi umatNya.
III.
MENINGKATKAN
MARTABAT MANUSIA
Perwujudan
iman akan Tuhan dalam praksis hidup sehari-hari melingkupi bidang yang sangat
luas sperti: ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, dll. Bagi kaum
beriman setiap kegiatan manusia yang diarahkan kepada perbaikan kondisi-kondisi
hidup bermasyarakat adalah sesuai dengan rencana Allah (bdk. GS 34). Kondisi masyarakat yang semakin
baik dengan sendirinya akan membawa peningkatan harkat dan martabat hidup
manusia sehingga manusia semakin mengarah ke gambar dan rupa Allah (bdk. Kej 1, 26).
Banyak
kasus yang bernuansa eksploitasi serta marginalisasi sedang terjadi di wilayah
Kalimantan Tengah, seperti: perampasan secara paksa hak masyarakat oleh
perusahaan perkebunan sawit atau tambang batu bara yang membuat masyarakat
semakin termarginalkan baik dalam arti sosial maupun ekonomi. Secara sosial
mereka telah tercabut dari akar identitas sebagai pemilik lahan dan secara
ekonomi mereka tidak lagi memiliki lahan sebagai tempat berusaha. Usaha untuk
meningkatkan martabat manusia ditempuh melalui 4 mediasi pokok, yaitu:
III.1.
Pengembangan Ekonomi Umat
Pengembangan
ekonomi umat merupakan salah satu wujud nyata dari keprihatinan dan
keterlibatan Gereja dalam rangka meningkatkan martabat pribadi manusia sebagai
citra Allah. Sebagai pewaris misi dan
karya Yesus, Gereja di Keuskupan Palangkaraya meneruskan misi keselamatan Yesus
agar keselamatan itu menjadi kenyataan bagi umat di Keuskupan Palangkaraya
dimana orang dibantu untuk mengalami pembebasan dari berbagai macam bentuk
“penindasan, tawanan dan kebutaan” baik dalam bidang politik, sosial dan
ekonomi.
Dalam
usaha pengembangan ekonomi umat, Gereja tidak bekerja secara tersendiri. Gereja
ingin melibatkan sebanyak mungkin orang atau lembaga yang memiliki kemampuan
serta kehendak baik untuk ikut mewujudkan keselamatan itu. Kehadiran lembaga
keuangan micro, Credit Union (CU) di
wilayah Keuskupan Palangkaraya dengan program keuangan yang pro-masyarakat
ekonomi lemah adalah salah satu bentuk nyata bagaimana Gereja ingin membantu
umat untuk mampu meningkatkan kehidupan ekonominya ke tataran yang lebih baik
tanpa harus terjebak ke dalam sistem ekonomi biaya tinggi. Dalam kaitan dengan
hal itu, Gereja mendorong untuk menumbuhkan budaya menabung di kalangan umat
sebagai salah satu upaya pengelolaan keuangan rumah tangga.
Usaha lain yang dapat dipikirkan
adalah menggalakkan usaha penanaman karet sebagai bentuk alternatif dari
penanaman sawit. Kehadiran pusat pelatihan pertanian di Putai Idi-Ampah dan
Lawang Pelanduk-Palangan adalah bentuk nyata jawaban Gereja, dalam hal ini
Keuskupan Palangkaraya, untuk secara serius mau memberikan pendampingan kepada
masyarakat petani (bdk. Vademecum
Keuskupan Palangkaraya, hal. 11) agar mereka mampu bercocok tanam dengan
baik dan menghasilkan produk pertanian yang lebih bermutu dan berdaya jual
lebih tinggi. Pengembangan bidang ekonomi adalah salah satu bentuk nyata usaha
peningkatan martabat manusia disamping bidang-bidang lainnya seperti:
pendidikan, kesehatan dan perjuangan kesetaraan gender.
III.2.
Pendampingan Kaum Muda
Gereja
sungguh menyadari bahwa masa depan Gereja dan umat manusia ada di tangan
generasi muda; hidup Gereja bergantung sepenuhnya pada mereka. Karena itu,
masalah generasi muda bukan hanya persoalan mengenai saat sekarang ini tetapi
lebih dari itu adalah masalah masa depan (bdk. The Church in Africa 93).
Di
tingkat Keuskupan, pendampingan itu terlaksana melalui beberapa pola atau
bentuk. Dalam tataran formal, Keuskupan menyelenggarakan pendidikan mulai dari
tingkat TK-PT baik yang secara langsung dikelola oleh yayasan milik Keuskupan maupun
oleh yayasan milik Tarekat yang berkarya di Keuskupan. Selain itu, Keuskupan
juga mengembangkan pendidikan non formal berupa pelatihan seperti pelatihan
pemberdayaan para petani di Putai Idi-Ampah dengan maksud membekali generasi
muda dengan seperangkat ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan
pertanian di tempat masing-masing; pelatihan budidaya jamur oleh lembaga
pendidikan Stipas.
Perhatian
khusus terhadap pendidikan juga diberikan dalam bentuk beasiswa kepada
anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu tetapi memiliki prestasi
yang baik serta semangat belajar yang tinggi sehingga ada harapan akan meraih
sukses dalam studi. Disamping itu, Keuskupan juga menyediakan asrama bagi
anak-anak dan mahasiswa/i dari pedalaman yang hendak belajar di kota tetapi
tidak memiliki sanak keluarga yang mampu menampung. Komisi Kepemudaan Keuskupan
adalah lembaga Keuskupan yang secara khusus bertanggungjawab dalam
merencanakan, merumuskan dan melaksanakan program pembinaan kaum muda dalam
kerjasama dengan Koordinator Kepemudaan tingkat Dekanat dan Paroki. Untuk
menunjang pelaksanaan program termaksud, Keuskupan telah menyediakan lahan yang
cukup luas untuk dapat dipakai sebagai tempat pembinaan dan pelaksanaan
berbagai macam kegiatan pendampingan kaum muda baik yang sifatnya indoor maupun
outdoor seperti rekoleksi, retret, camping, out bound, dll.
III.3.
Pemberdayaan Kaum Lemah
Kaum lemah yang dimaksudkan di
sini adalah mereka yang karena keterbatasan akses yang dimiliki (akses ekonomi,
informasi, sosial-politik) tidak dapat mengangkat atau memperbaiki keadaan atau
status hidup mereka. Perhatian yang sama juga harus diberikan kepada para buruh
sawit dan tambang batu bara yang rentan terkena pemutusan hubungan kerja karena
posisi tawar mereka sangat rendah akibat rendahnya ketrampilan yang dimiliki.
Mereka praktis hanya menjadi buruh rendahan dengan upah yang rendah sehingga
tidak mampu menopang kehidupan ekonomi keluarga.
Demikian
juga, perhatian hendaknya diberikan kepada para transmigran yang datang dari
luar pulau Kalimantan dengan harapan untuk meraih kehidupan yang lebih baik
tetapi justru seringkali menjadi “korban” politik antara pemerintah asal dengan
pemerintah penerima. Perhatian khusus tersebut dapat berupa keberpihakan nyata
yang perlu dilengkapi dengan lembaga advokasi yang memberdayakan mereka
sehingga mereka menjadi berdaya untuk melaksanakan swa-bela.
III.4.
Dialog Antar Umat Beragama
Keberagaman
pemeluk agama yang ada di Indonesia adalah suatu kekayaan dan sekaligus
kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan luhur pembangunan dan
perkembangan seluruh warga masyarakat. Meyadari akan pentingnya dialog ini,
maka Keuskupan Palangkaraya mendorong agar dialog antar umat beragama
sungguh-sunguh dikembangkan mulai dari tataran akar rumput sampai pada tingkat
dialog antar pimpinan agama; mulai dari tingat stasi, paroki sampai pada
keuskupan. Sejatinya ada 4 tingkatan dialog: (1) dialog kehidupan (2) dialog
aksi: (3) dialog para ahli: (4) dialog pengalaman religius.
IV.5.
Pelestarian Lingkungan Hidup
Umat Allah Keuskupan Palangkaraya
bersikap proaktif bersama segenap unsur masyarakat lainnya mengupayakan hal-hal
kongkret untuk pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup (bdk. Vademecum Keuskupan Palangkaraya, hal
08). Pada tataran edukatif, kita merangkul kaum muda melalui proses penyadaran
dan edukasi untuk menumbuhkan semangat mencintai lingkungan hidup dan
bertanggungjawab atas kelestariannya. Sementara itu, pada tataran praksis, kita
mendorong segenap pihak untuk mengusahakan dan mengembangkan tanaman produksi
ramah lingkungan seperti tanaman karet, tanaman buah-buahan dan pelestarian
tanaman-tanaman khas Kalimantan yang hampir punah seperti ulin, meranti,
daripada tanaman sawit.
IV.
GEREJA
KEUSKUPAN PALANGKARAYA MELIHAT TANDA-TANDA JAMAN
Ardas Keuskupan Palangkaraya ini merupakan upaya
untuk melihat tanda-tanda jaman sekaligus menjawab kebutuhan umat keuskupan
Palangkaraya, khususnya dalam perjalanan Gereja selama 5 tahun. Gereja
mengupayakan suatu kontekstualisasi yang kiranya dapat menjadikan iman
Kristiani mengakar kuat di bumi Kalimantan Tengah. Pesan-pesan Injil diharapkan
terwujud dan selalu menjadi patokan dalam kehidupan umat.
Dalam mengusahakan
perubahan-perubahan dalam hidup beriman, keuskupan sebagai Gereja tentunya
memiliki pedoman yang mengarah kepada missio
ad intra dan missio ad extra.
Ardas keuskupan terlihat memang memiliki dua aspek misi ini yang terlihat dari
dua kata kunci yaitu mendewasakan iman
(missio ad intra) dan meningkatkan
martabat manusia (missio ad extra). Dua hal ini memperlihatkan bahwa Gereja
memiliki usaha untuk memusatkan pada perkembangan iman yang meliputi tiga hal,
yaitu lex orandi, lex credendi, lex vivendi. Dalam hal ini Gereja
Keuskupan Palangkaraya berusaha untuk bisa mengontekstualisasi imannya.