Minggu, 15 Desember 2013

ARAH DASAR KEUSKUPAN PALANGKARAYA 2011-2015



ARAH DASAR KEUSKUPAN PALANGKARAYA 2011-2015

“Umat Allah Keuskupan Palangka Raya yang hidup dalam kasih karunia Allah berusaha lebih mendewasakan imannya dengan memaksimalkan peran dan fungsi Dewan Paroki dan pewarta awam, mencintai Kitab Suci dan liturgi yang inkulturatif; meningkatkan martabat manusia melalui pengembangan ekonomi umat, pendampingan kaum muda, pemberdayaan kaum lemah, dialog antar umat beragama dan pelestarian lingkungan hidup.”

Pendahuluan
            Arah Dasar Keuskupan Palangkaraya disusun untuk jangka waktu 5 tahun (2012-2017). Rumusan Ardas ini merupakan hasil Rapat Kerja Keuskupan Palangkaraya yang dihadiri oleh perwakilan umat, Biarawan/ti dan para Pastor yang berlangsung mulai tgl 2-6 Mei 2011 di Aula Kantor Komisi, Keuskupan. ARDAS ini akan menjadi acuan, patokan dan penggarisan bagi karya pastoral dan perjalanan Gereja se-keuskupan Palangkaraya untuk 5 tahun ke depan agar pelayanan lebih terfokus dan lebih menyentuh serta menjawab kebutuhan dan dambaan umat.
           
I.     UMAT ALLAH HIDUP DALAM KASIH KARUNIA ALLAH
       Sebagai anggota Umat Allah, semua memiliki martabat yang sama dan dengan caranya sendiri semua mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus dan sesuai dengan kedudukan masing-masing dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia ini (bdk. KHK 204 § 1). Umat Allah Keuskupan Palangkaraya adalah umat yang hidup dalam kasih karunia Allah (Kis 13, 43). Kasih karunia Allah menjadi “roh” atau semangat yang mencirikan kehidupan umat di Kesukupan Palangkaraya; artinya kasih karunia Allah menggerakkan dan menghidupi umat agar mampu melaksanakan tugas panggilan luhur yang diembankan oleh Tuhan, yakni menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat melalui kesaksian hidup yang baik serta dijiwai dan didasari oleh kasih karunia Allah.
           
II.  MENUJU KEDEWASAAN IMAN
            Dalam mengikuti Yesus Kristus, umat Allah Keuskupan Palangkaraya menekankan dua ciri pokok yang mengacu kepada kedewasaan iman itu, yakni beriman mendalam dan beriman mandiri. Beriman mendalam, artinya memiliki hubungan yang mendalam dengan Allah Bapa melalui Yesus Kritus dalam Roh Kudus. Iman merasuk dalam hati dan budi, mendarah daging dalam kehidupan yang nampak secara nyata dalam sikap dan prilaku hidup sehari-hari yang mencerminkan kasih Allah. Beriman mandiri, artinya memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk membangun dan mengembangkan Gereja di Keuskupan Palangkaraya meskipun tetap memerlukan batuan dari berbagai pihak; tetapi tidak menggantungkan diri pada pihak lain. Bertekad untuk mengembangkan dan mengamalkan karisma-karisma serta talenta yang dianugerahkan Tuhan pada masing-masing orang (bdk. Mat 25, 14-30) demi perkembangan KerajaanNya melalui aneka pelayanan yang kita lakukan baik dalam lingkup intern Gereja maupun dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Untuk itu, ada 4 hal pokok yang merupakan mediasi yang dapat diusahakan untuk mencapai kedewasaan iman itu:


II.1. Memaksimalkan Peran dan Fungsi Dewan Paroki
            “Dewan Paroki adalah suatu badan atau wadah bagi para Pastor dan wakil-wakil umat untuk bersama-sama memikirkan, merencanakan, memutuskan dan melaksanakan serta mengevaluasi apa yang perlu dan bermanfaat untuk mewartakan Sabda Tuhan, mengembangkan rahmat Allah dan membimbing umat supaya dapat menghayati, mengungkapkan dan mengamalkan imannya di tengah-tengah masyarakat sebagai tugas dan tanggungjawab pelayanan dan perutusan Kristus” (Vademecum Keuskupan Palangkaraya, hal 50; bdk. KHK 536).
       
II.2. Memaksimalkan Peran dan Fungsi Pewarta Awam
            Konsili Vatikan II dengan sangat jelas dan tegas menggariskan bahwa panggilan kaum awam pertama-tama adalah panggilan keduniawian dengan berbagai tugas yang melekat di dalamnya, termasuk di dalamnya adalah panggilan untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah (bdk. LG  31). Dengan rahmat baptisan dan krisma semua kaum awam adalah misionaris. Area atau bidang evangelisasi mereka sangat luas: dalam bidang politik, ekonomi, industri, pendidikan, mass media, tehnologi, kesenian dan sport. Di banyak daerah dimana kehadiran petugas pastoral tertahbis masih belum memadai, kaum awam, dalam hal ini para Katekis tampil sebagai garda depan dalam melayani umat baik dalam hal pengajaran iman, peribadatan maupun dalam hal-hal praksis berkaitan dengan kehidupan iman kristiani (bdk. Ecclesia in Asia 45;). Tanpa bantuan dan kerja keras mereka, mungkin Gereja di tanah-tanah misi, khususnya, di wilayah Keuskupan Palangkaraya tidak akan hadir seperti sekarang ini (bdk. Lineamenta. Sinode para Uskup Asia 32). Dalam arti ini, peranan para Katekis dalam kehidupan menggereja sungguh sangat penting.

II.3. Mencintai Kitab Suci
            Melihat betapa pentingnya peranan Kitab Suci dalam kehidupan umat beriman maka Gereja universal maupun partikular berusaha untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Kitab Suci di kalangan umat dengan mengkhususkan bulan September sebagai bulan Kitab Suci Nasional. Di samping itu upaya-upaya konkret yang telah dibuat oleh Keuskupan antara lain: (1) Mengumatkan Kitab Suci dengan menyebarkan Kitab Suci ke keluarga-keluarga, sekurang-kurangnya setiap keluarga Katolik mempunyai satu Kitab Suci. (2) Menanamkan kebiasaan dalam keluarga-keluarga Katolik untuk membaca dan mendalami Kitab Suci. (3) Menumbuhkan dan membina kelompok-kelompok Kitab Suci. (4). Menyelenggarakan Minggu Kitab Suci, khususnya pada minggu Kitab Suci Nasional dengan mengadakan perlombaan membaca Kitab Suci, kuis dan tanya jawab Kitab Suci sebagai sarana untuk menumbuhkan wawasan dan pengetahuan tentang Kitab Suci dan pendalam tematis Kitab Suci sesuai dengan tema yang disiapkan oleh Komisi Kitab Suci KWI. (5) Mengadakan pendalaman iman dengan bahan pokok Kitab Suci selama masa pra-paskah (bdk. Vademecum Keuskupan, hal 19).
            Program kecintaan terhadap Kitab Suci seperti yang telah disusun itu tentu saja memerlukan penjabaran lebih lanjut di tingkat paroki sebagai ujung tombak pelaksana program. Maka sangat diharapkan bahwa Pastor bersama dengan Dewan Paroki menterjemahkan dengan lebih kongkret dan rinci progam itu sesuai dengan situasi paroki masing-masing. Bila dirasa perlu untuk menambahkan program tambahan di luar apa yang telah ditetapkan oleh pihak Keuskupan dalam upaya untuk semakin menumbuhkan kecintaan terhadap Kitab Suci di kalangan umat, tentu tetap terbuka kemungkinan itu. Seksi pewartaan bersama seksi liturgi diharapkan dapat berperan lebih aktif untuk menggagas program-program kecintaan terhadap Kitab Suci di kalangan umat setempat. Untuk itu, maka pentinglah memilih orang yang tepat dalam arti memliki kemampuan dan kecakapan yang memadai berkaitan dengan Kitab Suci untuk duduk sebagai ketua maupun anggota seksi pewartaan dan liturgi paroki. Pembekalan berupa kursus terprogram tentang Kitab Suci bisa diadakan baik pada tingkat paroki maupun tingkat Dekanat dalam kerjasama dengan Komisi Kitab Suci Keuskupan maupun KWI sebagai upaya untuk membekali umat dengan pemahaman yang semakin luas dan komprehensif tentang Kitab Suci.     

II.3. Liturgi Inkulturatif
            Inkulturasi merupakan suatu proses pengakaran iman dalam budaya setempat sehingga iman yang dihidupi oleh umat Allah bukan suatu realita yang jauh dari kehidupan dan situasi kongkret yang mereka alami; sebaliknya adalah bagian integral dari kehidupan mereka. Umat semakin setia dan bertumbuh dalam imannya dan mampu menghayatinya dengan lebih baik karena memahaminya dari sudut pandang budaya mereka sendiri (bdk. Ecclesia in Asia 22).
            Di Keuskupan Palangkaraya, sejumlah upaya untuk mengakarkan iman dalam budaya lokal sudah diusahakan dan terus dikembangkan. Dalam arsitektur bangunan pastoran dan gereja kita memasukan nilai-nilai budaya setempat sehingga kehadirannya tidak menjadi asing tetapi menyatu dengan budaya setempat. Lagu-lagu liturgi yang dipakai dalam perayaan ekaristi dan ibadat sudah bernafaskan nilai dan budaya lokal baik menyangkut melodi maupun pilihan kata-katanya; demikian juga dengan tari-tarian. Memang harus diakui bahwa kita masih perlu melangkah lebih jauh dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru untuk menuju ke arah liturgi yang semakin inkulturatif. Penggunaan bahasa daerah (yang begitu banyak) serta simbol-simbol budaya lokal dalam liturgi Gereja merupakan plihan yang perlu mendapatkan perhatian dan pemikiran yang serius seraya mengindahkan prinsip-prinsip baku yang sudah ditetapkan oleh Gereja universal. Kita berjuang dan berusaha terus untuk membuat Gereja serta kehadirannya menjadi bagian integral dari budaya umat di Keuskupan Palangkaraya sehingga kehadirannya benar-benar dapat menjadi saluran rahmat dan keselamatan Tuhan bagi umatNya. 
           
III.   MENINGKATKAN MARTABAT MANUSIA
            Perwujudan iman akan Tuhan dalam praksis hidup sehari-hari melingkupi bidang yang sangat luas sperti: ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, dll. Bagi kaum beriman setiap kegiatan manusia yang diarahkan kepada perbaikan kondisi-kondisi hidup bermasyarakat adalah sesuai dengan rencana Allah (bdk. GS 34). Kondisi masyarakat yang semakin baik dengan sendirinya akan membawa peningkatan harkat dan martabat hidup manusia sehingga manusia semakin mengarah ke gambar dan rupa Allah (bdk. Kej 1, 26). 
            Banyak kasus yang bernuansa eksploitasi serta marginalisasi sedang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah, seperti: perampasan secara paksa hak masyarakat oleh perusahaan perkebunan sawit atau tambang batu bara yang membuat masyarakat semakin termarginalkan baik dalam arti sosial maupun ekonomi. Secara sosial mereka telah tercabut dari akar identitas sebagai pemilik lahan dan secara ekonomi mereka tidak lagi memiliki lahan sebagai tempat berusaha. Usaha untuk meningkatkan martabat manusia ditempuh melalui 4 mediasi pokok, yaitu:

III.1. Pengembangan Ekonomi Umat
            Pengembangan ekonomi umat merupakan salah satu wujud nyata dari keprihatinan dan keterlibatan Gereja dalam rangka meningkatkan martabat pribadi manusia sebagai citra Allah.  Sebagai pewaris misi dan karya Yesus, Gereja di Keuskupan Palangkaraya meneruskan misi keselamatan Yesus agar keselamatan itu menjadi kenyataan bagi umat di Keuskupan Palangkaraya dimana orang dibantu untuk mengalami pembebasan dari berbagai macam bentuk “penindasan, tawanan dan kebutaan” baik dalam bidang politik, sosial dan ekonomi.
            Dalam usaha pengembangan ekonomi umat, Gereja tidak bekerja secara tersendiri. Gereja ingin melibatkan sebanyak mungkin orang atau lembaga yang memiliki kemampuan serta kehendak baik untuk ikut mewujudkan keselamatan itu. Kehadiran lembaga keuangan micro, Credit Union (CU) di wilayah Keuskupan Palangkaraya dengan program keuangan yang pro-masyarakat ekonomi lemah adalah salah satu bentuk nyata bagaimana Gereja ingin membantu umat untuk mampu meningkatkan kehidupan ekonominya ke tataran yang lebih baik tanpa harus terjebak ke dalam sistem ekonomi biaya tinggi. Dalam kaitan dengan hal itu, Gereja mendorong untuk menumbuhkan budaya menabung di kalangan umat sebagai salah satu upaya pengelolaan keuangan rumah tangga.     
            Usaha lain yang dapat dipikirkan adalah menggalakkan usaha penanaman karet sebagai bentuk alternatif dari penanaman sawit. Kehadiran pusat pelatihan pertanian di Putai Idi-Ampah dan Lawang Pelanduk-Palangan adalah bentuk nyata jawaban Gereja, dalam hal ini Keuskupan Palangkaraya, untuk secara serius mau memberikan pendampingan kepada masyarakat petani (bdk. Vademecum Keuskupan Palangkaraya, hal. 11) agar mereka mampu bercocok tanam dengan baik dan menghasilkan produk pertanian yang lebih bermutu dan berdaya jual lebih tinggi. Pengembangan bidang ekonomi adalah salah satu bentuk nyata usaha peningkatan martabat manusia disamping bidang-bidang lainnya seperti: pendidikan, kesehatan dan perjuangan kesetaraan gender.                  

III.2. Pendampingan Kaum Muda
            Gereja sungguh menyadari bahwa masa depan Gereja dan umat manusia ada di tangan generasi muda; hidup Gereja bergantung sepenuhnya pada mereka. Karena itu, masalah generasi muda bukan hanya persoalan mengenai saat sekarang ini tetapi lebih dari itu adalah masalah masa depan (bdk. The Church in Africa 93).
            Di tingkat Keuskupan, pendampingan itu terlaksana melalui beberapa pola atau bentuk. Dalam tataran formal, Keuskupan menyelenggarakan pendidikan mulai dari tingkat TK-PT baik yang secara langsung dikelola oleh yayasan milik Keuskupan maupun oleh yayasan milik Tarekat yang berkarya di Keuskupan. Selain itu, Keuskupan juga mengembangkan pendidikan non formal berupa pelatihan seperti pelatihan pemberdayaan para petani di Putai Idi-Ampah dengan maksud membekali generasi muda dengan seperangkat ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan pertanian di tempat masing-masing; pelatihan budidaya jamur oleh lembaga pendidikan Stipas.
            Perhatian khusus terhadap pendidikan juga diberikan dalam bentuk beasiswa kepada anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu tetapi memiliki prestasi yang baik serta semangat belajar yang tinggi sehingga ada harapan akan meraih sukses dalam studi. Disamping itu, Keuskupan juga menyediakan asrama bagi anak-anak dan mahasiswa/i dari pedalaman yang hendak belajar di kota tetapi tidak memiliki sanak keluarga yang mampu menampung. Komisi Kepemudaan Keuskupan adalah lembaga Keuskupan yang secara khusus bertanggungjawab dalam merencanakan, merumuskan dan melaksanakan program pembinaan kaum muda dalam kerjasama dengan Koordinator Kepemudaan tingkat Dekanat dan Paroki. Untuk menunjang pelaksanaan program termaksud, Keuskupan telah menyediakan lahan yang cukup luas untuk dapat dipakai sebagai tempat pembinaan dan pelaksanaan berbagai macam kegiatan pendampingan kaum muda baik yang sifatnya indoor maupun outdoor seperti rekoleksi, retret, camping, out bound, dll.               

III.3. Pemberdayaan Kaum Lemah

            Kaum lemah yang dimaksudkan di sini adalah mereka yang karena keterbatasan akses yang dimiliki (akses ekonomi, informasi, sosial-politik) tidak dapat mengangkat atau memperbaiki keadaan atau status hidup mereka. Perhatian yang sama juga harus diberikan kepada para buruh sawit dan tambang batu bara yang rentan terkena pemutusan hubungan kerja karena posisi tawar mereka sangat rendah akibat rendahnya ketrampilan yang dimiliki. Mereka praktis hanya menjadi buruh rendahan dengan upah yang rendah sehingga tidak mampu menopang kehidupan ekonomi keluarga.
            Demikian juga, perhatian hendaknya diberikan kepada para transmigran yang datang dari luar pulau Kalimantan dengan harapan untuk meraih kehidupan yang lebih baik tetapi justru seringkali menjadi “korban” politik antara pemerintah asal dengan pemerintah penerima. Perhatian khusus tersebut dapat berupa keberpihakan nyata yang perlu dilengkapi dengan lembaga advokasi yang memberdayakan mereka sehingga mereka menjadi berdaya untuk melaksanakan swa-bela.

III.4. Dialog Antar Umat Beragama
            Keberagaman pemeluk agama yang ada di Indonesia adalah suatu kekayaan dan sekaligus kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan luhur pembangunan dan perkembangan seluruh warga masyarakat. Meyadari akan pentingnya dialog ini, maka Keuskupan Palangkaraya mendorong agar dialog antar umat beragama sungguh-sunguh dikembangkan mulai dari tataran akar rumput sampai pada tingkat dialog antar pimpinan agama; mulai dari tingat stasi, paroki sampai pada keuskupan. Sejatinya ada 4 tingkatan dialog: (1) dialog kehidupan (2) dialog aksi: (3) dialog para ahli: (4) dialog pengalaman religius.

IV.5. Pelestarian Lingkungan Hidup
Umat Allah Keuskupan Palangkaraya bersikap proaktif bersama segenap unsur masyarakat lainnya mengupayakan hal-hal kongkret untuk pelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup (bdk. Vademecum Keuskupan Palangkaraya, hal 08). Pada tataran edukatif, kita merangkul kaum muda melalui proses penyadaran dan edukasi untuk menumbuhkan semangat mencintai lingkungan hidup dan bertanggungjawab atas kelestariannya. Sementara itu, pada tataran praksis, kita mendorong segenap pihak untuk mengusahakan dan mengembangkan tanaman produksi ramah lingkungan seperti tanaman karet, tanaman buah-buahan dan pelestarian tanaman-tanaman khas Kalimantan yang hampir punah seperti ulin, meranti, daripada tanaman sawit.

IV.             GEREJA KEUSKUPAN PALANGKARAYA MELIHAT TANDA-TANDA JAMAN
Ardas Keuskupan Palangkaraya ini merupakan upaya untuk melihat tanda-tanda jaman sekaligus menjawab kebutuhan umat keuskupan Palangkaraya, khususnya dalam perjalanan Gereja selama 5 tahun. Gereja mengupayakan suatu kontekstualisasi yang kiranya dapat menjadikan iman Kristiani mengakar kuat di bumi Kalimantan Tengah. Pesan-pesan Injil diharapkan terwujud dan selalu menjadi patokan dalam kehidupan umat.
 Dalam mengusahakan perubahan-perubahan dalam hidup beriman, keuskupan sebagai Gereja tentunya memiliki pedoman yang mengarah kepada missio ad intra dan missio ad extra. Ardas keuskupan terlihat memang memiliki dua aspek misi ini yang terlihat dari dua kata kunci yaitu mendewasakan iman (missio ad intra) dan meningkatkan martabat manusia (missio ad extra). Dua hal ini memperlihatkan bahwa Gereja memiliki usaha untuk memusatkan pada perkembangan iman yang meliputi tiga hal, yaitu lex orandi, lex credendi, lex vivendi. Dalam hal ini Gereja Keuskupan Palangkaraya berusaha untuk bisa mengontekstualisasi imannya.

Sabtu, 10 Agustus 2013

SEJARAH SINGKAT SEMINARI MENENGAH RAJA DAMAI PALANGKARAYA



SEJARAH SINGKAT SEMINARI MENENGAH RAJA DAMAI PALANGKARAYA

1.      Latar Belakang Pemilihan Nama Seminari & Maknanya Bagi Para Calon Imam
Alasan pemilihan nama “Raja Damai” adalah untuk mengingatkan para siswa dan seluruh umat Keuskupan Palangka Raya akan falsafah “RUMAH BETANG.” Falsafah ini mengandung pengertian akan masyarakat Dayak yang cinta damai. Makna “Raja Damai” adalah agar arah hidup dan perjuangan seminaris sebagai calon pengikut Yesus Kristus dan calon imam sungguh-sungguh dijiwai oleh semangat Yesus Kristus sebagai Raja Damai dan kelak menjadi gembala umat pembawa damai.

2.      Sejarah Berdiri dan Perkembangannya
a.Kapan berdirinya      : 31 Juli 2002
b.Pendiri seminari        : Keuskupan Palangka Raya.
c.Pelindung                 : Santo Bernardus.
Berdirinya seminari Raja Damai dilatar belakangi oleh dasar pemikiran bahwa Gereja Katolik di Keuskupan Palangka Raya merupakan bagian integral dari unsur masyarakat yang turut memikirkan perkembangan bangsa pada umumnya dan Kalimantan Tengah pada khususnya. Gereja Katolik hadir di Kalimantan Tengah sejak tahun 1940 dan dengan caranya turut serta membangun negeri ini.
Peran Gereja adalah mewartakan nilai-nilai iman, keadilan, kejujuran dan kebenaran. Salah satu media pewartaan yang digunakan oleh Gereja adalah sekolah yang bernuansa keagamaan seperti Seminari. Melalui jalur pendidikan seminari diharapkan dapat mencetak insan-insan kristiani yang berkualitas dan memiliki hati untuk perkembangan gereja umumnya dan keuskupan Palangka Raya khususnya.
Kini seminari menengah Raja Damai memasuki usianya yang kesepuluh. Usia yang sedang bertumbuh sebagai seorang anak yang baru menata pola pembinaan, sarana dan prasarana yang saat ini sedang diusahakan dengan baik. Walaupun masih berusia sepuluh tahun, tidak menyurutkan para seminaris untuk  menggapai cita-cita mereka menjadi seorang imam. Para seminaris tetap berusaha untuk maju dan berkembang baik dalam bidang sanitas (kesehatan), sanctitas (kesucian), dan scientia (pengetahuan).

3.      Situasi Seminari Menengah Raja Damai Palangka Raya.
Pada awal berdirinya 31 Juli 2002 jumlah seminaris angkatan pertama sebanyak 10 orang dengan perincian, KPA: 2 orang dan kelas 1 (SMU) 8 orang. Para seminaris tersebut didampingi oleh P.Silvanus Subandi,Pr selaku rektor dan dibantu oleh Fr.Aloysius Gonsaga, Pr sebagai frater TOP.
Pada awalnya para seminaris bersama pendamping menempati bangunan tua eks bangunan IPI filial Malang milik yayasan Tahasak Danum Pambelum. Saat ini, mereka menempati bangunan baru yang berada persis di samping bangunan lama.
Para rektor yang pernah bertugas di seminari Raja Damai adalah:
1.      Tahun 2002-2003              : P.Silvanus Subandi,Pr.
2.      Tahun 2003-2005              : P.Fransiskus Janu Hamu, Pr.
3.      Tahun 2005-2007              : P.Aloysius Gonsaga Arjon,Pr.
4.      Tahun 2007- sekarang       : P.Tarcisius Priyanto,Pr.
Para Frater yang pernah Top di seminari Raja Damai adalah:
1.      Tahun 2002-2003              : Fr.Aloysius Gonsaga Arjon.
2.      Tahun 2003-2004              : Fr.Alfonsus Kladen Arisang.
3.      Tahun 2004-2005              : Fr.Matius Rotot, SVD.
4.      Tahun 2006-2007              : Fr.Bonaventura.
5.      Tahun 2009-2010              : Fr.Joko Wahyono
6.      Tahun 2012-sekarang        : Fr. Simon Ludianto
Para suster yang pernah bertugas sebagai ekonom:
1.      Tahun 2002-2003              : Sr.Josepha SSpS.
2.      Tahun 2003-2005              : Sr.Roswita Kendek SPC
3.      Tahun 2005-April 2009     : Sr.Theresia Dwi SPC
4.      April 2009 –Agust 2009   : Sr.Josephine SPC
5.      Sept 2009 – Januari 2010  : Sr.Rita SPC
6.      Pebruari 2010 –Juni 2012  : Sr. Natalia, SPC
7.      Juni 2012 – sekarang         : Sr. Roswita Kendek, SPC
Setelah seminari ini berjalan selama 5 tahun, maka para Pembina seminari bersama dengan Bapa Uskup, Vikjen, Ekonom dan pengurus Yayasan Siswarta mengadakan evaluasi bersama untuk meninjau ulang pola pembinaan di seminari menengah Raja Damai. Hasil rapat adalah pola 3 tahun masa SMA dan 1 tahun KPA dirasa kurang efektif. Mulai tahun ajaran 2008 pola pembinaan berubah menjadi 1 tahun masa KPB dan 3 tahun masa SMA. Alasannya adalah mutu dari SLTP pedalaman yang kualitasnya sangat memprihatinkan. Harapannya mereka akan jauh lebih siap untuk masuk ke bangku SMA. Untuk siswa SMA, pada pagi hari mereka bersekolah di SMA Katolik St. Petrus Kanisius Palangkaraya. Sedangkan sore harinya, mereka mendapat pembinaan/pelajaran khusus di seminari. Untuk KPB dan  KPA, pembinaan/pelajaran pagi dan sore dilakukan di seminari.


3. Visi dan Misi Seminari Menengah Raja Damai
Sebagai lembaga pendidikan resmi tentu saja Seminari Menengah Raja Damai memiliki visi dan misi di dalam proses pembelajaran dan pembentukan insan-insan seminaris.
Visi Seminari Menengah Raja Damai Palangka Raya adalah agar seminaris yang dididik dan didampingi para Pembina dalam kerja sama dengan orang tua berkembang secara seimbang dalam sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan) dan scientia (pengetahuan) sehingga menjadi manusia kristiani dewasa yang mengikuti Yesus Kristus ke arah imamat dalam gereja sebagai umat Allah dalam konteks Indonesia.
Misi Seminari Menengah Raja Damai Palangka Raya: Pertama, mendidik dan mendampingi para seminaris agar berkembang secara seimbang dalam sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan) dan scientia (pengetahuan) ke arah kedewasaan sesuai dengan usiannya sehingga semakin mampu mengambil keputusan hidup sesuai dengan panggilannya. Kedua, menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa agar seminari menjadi tempat persemaian yang subur bagi tumbuh dan berkembangnya benih-benih panggilan kaum muda ke arah imamat.